SEJARAH DAN PERKEMBANGAN IPNU – IPPNU
Des 16, 2021
Organisasi yang muncul dan lahir sebelum
tahun 1954 M. / 1373 H. masih bersifat kedaerahan semata seperti, Tsamrotul
Mustafidin ( 1936 ), Persano ( 1945 ), Permuno di Malang ( 1945 ), Ijmau
Tholabah (1945 ) di Surabaya, Perpeno, dan IPENO di Medan. Pada dasarnya mereka
memiliki kesamaan pandangan tentang gerakan kepelajaran NU, kemudian setelah
mengalami perjalanan panjang dan melelahkan akhirnya pada Konferensi Besar
Ma’arif Nahdlatul Ulama, pada tanggal 24 Pebruari 1954 M. bertepatan dengan
tanggal 20 Jumadil Akhir tahun 1373 H., Para pelajar Nahdlatul Ulama memiliki
Induk Organisasi yang bersifat nasional yang sesuai dengan kesepakatan bersama
yaitu IPNU. Pada deklarasi itu terpilihlah seorang tokoh intelektual Muda NU
benama Tolchah Mansoer sebagai Ketua Umum IPNU yang pertama, meskipun pada saat
itu beliau tidak dapat hadir dalam konferensi tersebut.
Menindaklanjuti hasil keputusan pada saat
Konferensi Besar Maarif Nahdlatul Uama, maka diselenggarakanlah sebuah
Konferensi Panca daerah yang terdiri dari, Semarang, kediri, Surakarta, Jombang
dan Yogyakarta. Konferensi berlangsung dari tanggal 29 April s/d 1 Mei 1954 di
Surakarta, pada Konferensi tersebut menetapkan Tolchah Mansoer sebagai Ketua
Umum PP IPNU yang pertama dan Yogyakarta sebagai Kantor pusat PP IPNU. dalam
kesempatan itu dirumuskan tujuan dan Visi- Misi IPNU sebagai satu tonggak utama
perjalanan IPNU dimasa yang akan datang.
Pada Muktamar NU ke-20 yang berlangsung
mulai tanggal 9-14 September 1954 M, setelah Ketua Umum PP IPNU yang pertama M.
Tolchah Mansoer menyampaikan gagasan - gagasannya di hadapan seluruh peserta
muktamar maka secara resmi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) diakui secara
resmi oleh PBNU sebagai bagian dari organisasi pelajar di bawah naungan NU.
Perjalanan IPNU tidak mulus dan mudah, banyak tantangan – tantangan yang
teramat berat yang dialami oleh PP IPNU pada saat itu, Jumlah pelajar NU saat
itu sangat sedikit sehingga diibaratkan oleh M. Tolchah Mansur bahwa mencari
pelajar dari kalangan NU bagaikan mencari sebuah jarum dalam tumpukan pasir,
disamping itu pola pemikiran antara kaum terpelajar yang bernota bene sebagai
peserta didik di lembaga formal dan kaum santri sangat agak sedikit
berseberangan sehinga butuh waktu cukup lama agar dapat menyatukan pemikiran
dari kedua kelompok yang justru merupakan basis kader IPNU sendiri.
Untuk memperkokoh Organisasinya, IPNU
melaksanakan muktamarnya ( Baca : Kongres ) yang pertama yang berlangsung di
Malang – Jawa Timur yang berlangsung dari tanggal 28 Februari 1955 M / 1374 H,
turut hadir dalam perhelatan IPNU tingkat Nasional tersebut, Presiden RI
pertama Ir. Soekarno, dalam muktamar tersebut Ir.Soekarno dalam pidatonya
mengukuhkan IPNU sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi Pemuda
di Indonesia, yang memiliki peran dan tugas penting yang sama dengan organisasi
pemuda Indonesia yang lainnya yaitu menggalang kesatuan dan persatuan bangsa,
dan mulai saat itu popularitas IPNU mulai merebak dikalangan masyarakat, baik
di kalangan NU maupun di luar NU, terlebih lagi pidato presiden Soekarno di
siarkan langsung lewat RRI dan di beritakan oleh media massa, dalam muktamar
ini IPNU mendapat angin segar untuk dapat berkembang lebih progresif.
Dalam Muktamar ini turut hadir pula tokoh
– tokoh santri pada masa itu seperti ; Abdurrohman Wahid ( Presiden RI ke – 4
dan Ketua Umum PBNU 1999 -2004 ) dan Ilyas Rukhyat ( Rais Aam PBNU 1994 – 1999
).
Sebagai organisasi pelajar dan
terpelajar, pengurus PP IPNU banyak didominasi oleh tokoh – tokoh yang masih
berkecimpung dalam dunia pendidikan seperti: M. Tolchah Mansoer ( Mahasiswa UGM
) Ismail ( Mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ) di daerah – daerah juga
banyak didominasi oleh para Mahasiswa Seperti Mahbub Djunaedi, dan Sahal makmun
( Mahasiswa UI ) disamping tokoh – tokoh santri seperti
Abdurrohman Wahid dari Jombang Jawa Timur
dan Ilyas Rukhyat dari Jawa Barat. Dalam Kongres I itu pelajar putri juga
memiliki ghiroh untuk dapat berkecimpung dalam organisasi kepelajaran dalam level
nasional setelah mengalami proses yang panjang, maka pada tanggal 2 Maret 1955
M, Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama ( IPPNU ) berdiri, tokoh–tokoh
pendirinya antara lain, Umroh Mahfudzoh, Latifah Mawardi, Atikah Murtadlo, dan
samdiyah, turut berperan dalam proses deklarasi itu Sahabati Nihayah dari
Fatayat NU. dan terpilih dalam deklarasi itu Rekanita Umroh Machfudzoh sebagai
ketua umum PP IPPNU yang pertama. Deklarasi tersebut merupakan tonggak awal
bagi pelajar putri di bawah Nahdlatul ulama untuk menyusun gerakan kaderisasi
pelajar, pada awalnya gerakan IPPNU masih banyak mengacu pada gerakan–gerakan
IPNU sebagai barometer untuk menyusun pola– pola gerakan awal dalam menata
prosesi pengkaderan, meskipun akhirnya mereka mampu untuk melaksanakan pengkaderan
sendiri.
PASCA KONGRES X JOMBANG 1988
( sarana menghindari Likuidasi )
Perubahan zaman memang tidak dapat
dihindari tetapi dihadapi dan dilaksanakan sebagaimana adanya, Perubahan rezim
merupakan pemicu awal perubahan gerakan. baik ditubuh Ikatan Pelajar Nahdlatul
Ulama maupun Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama, Makna “ P “ yang pada
awalnya adalah Pelajar, dengan serta merta harus berubah menjadi “Putra“ karena
menghindari likuidasi pemerintah orde baru yang saat itu sedang menancapkan
cakar tajamnya, dimana pada saat itu muncul peraturan pemerintah berupa SKB
tiga menteri No. 8/1988 tentang organisasi pelajar yang isinya kurang lebih
melarang organisasi pelajar di sekolah selain OSIS, padahal kalau kita cermati
lebih lanjut fungsi dan peran OSIS dalam pengembangan bakat intelektual dan
skill siswa sangat tidak memadahi, peristiwa munculnya Peraturan pemerintah
tersebut kemudian kita kenal dengan istilah “Depolitisasi Pelajar“, karena
dengan dasar Peraturan Pemerintah tersebut gerak langkah organisasi pelajar
dalam kancah politik sangat dibatasi dan selalu menekan aktivisnya dengan
istilah pelanggaran tindak subversif serta tindakan makar terhadap pemerintah.
Makna P yang mengalami perubahan tersebut
dimaksudkan agar IPNU– IPPNU tetap dapat berkembang dan survive dalam
menghadapi rezim orde baru.
Perubahan ini membawa dampak yang sangat
urgen pada arah dan pola gerakan pengkaderan organisasi. Cakupan bidang garapan
IPNU – IPPNU menjadi sangat luas dan sangat beragam, sejak saat itu IPNU –
IPPNU dihadapkan pada target group yang sangat beragam, dan dengan latar
belakang yang beragam pula. Perubahan target group ini bukan tanpa konsekwensi,
kesulitan terberat yang dihadapi IPNU – IPPNU saat itu adalah pendekatan
terhadap segmen –segmen kader yang beragam itu, disamping itu konsekuensi lain
yang harus ditanggung oleh IPNU – IPPNU adalah tidak optimalnya menggarap kader
terdidik yang menjadi tulang punggung untuk melanjutkan kiprah dan perjuangan
kader – kader IPNU – IPPNU dimasa depan.
Kesulitan lain yang dijumpai saat itu
adalah segi keanggotaan yang sangat beragam, anggota yang semula hanya berada
pada ranah pelajar kini berubah pada ranah yang lebih luas yaitu ranah remaja
islam Nahdlatul ulama dengan latar belakang pendidikan yang amat beragam, perubahan
ini menjadikan langkah dan gerakan IPNU terlihat ngambang. IPNU – IPPNU seakan
kehilangan jati dirinya sebagai organisasi keterpelajaran, namun demikin kader
– kader kita tidak patah semangat untuk tetap mengembangkan pola –pola
pengkaderan meski disana – sini banyak terjadi perubahan - perubahan yang
sangat urgen sebagai bentuk penyesuaian, namun demikian wacana – wacana tentang
keinginan untuk kembali kearah keterpelajaran tetap bergulir dari waktu ke
waktu hingga pecahnya gejolak reformasi dengan diawali demontsrasi mahasiswa di
berbagai daerah di seluruh Indonesia pada tahun 1998 dan berakhir dengan
tumbangnya rezim orde baru di bawah kepemimpinan Jendral besar Soeharto.
Setelah era reformasi dimulai, pemikiran,
wacana maupun konsep kembali ke habitatnya sebagai organisasi pelajar semakin
gencar di munculkan, namun demikian setelah sepuluh tahun menjadi Ikatan Putra
Nandlatul Ulama dan Ikatan Putri – Putri Nahdlatul Ulama ternyata tidak dapat
serta merta berubah kembali menjadi Ikatan Pelajar kembali, butuh waktu dan
proses yang sangat panjang dan perang urat saraf untuk dapat mengembalikan IPNU
– IPPNU pada habitatnya semula yaitu sebagai organisasi pelajar .
DEKLARASI MAKASAR 2000
“ KHITTOH IPNU KEMBALI KE PELAJAR”
Setelah kurang lebih dua tahun lamanya,
perang polemik di berbagai daerah untuk tetap bertahan atau berubah pada ranah
gerakan yang berbeda, maka seiring dengan perubahan millennium, tepatnya pada
kongres XIII tahun 2000 di Makasar, konsep itu bergulir deras bagaikan anak
panah yang terlepas dari busurnya, timbulllah sebuah kesepakatan bersama
(Common sense) untuk dapat kembali menemukan sesuatu yang selama ini hilang
sejak tahun 1988, yaitu hilangnya jati diri IPNU – IPPNU sebagai organisasi
pelajar. Konsep untuk dapat kembali kearah keterpelajaran ini kemudian tertuang
dengan mengembalikan arah Gerakan IPNU – IPPNU pada ranah dan visi kepelajaran,
dan menumbuhkembangkan IPNU – IPPNU pada basis perjuangan sekolah dan
pesantren, dan mengembalikan CBP yang lahir pada tahun 1965 untuk kembali pada
ranah kedisiplinan, kepanduan dan kepencintaalaman, semua itu dicanangkan untuk
dapat memuluskan pencapaian target dan tujuan IPNU sebagai organisasi
kepelajaran yaitu terbentuknya putra – putra bangsa yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT, berilmu, berakhlak mulia, dan berwawasan islam berhaluan
Ahlussunnah waljamaah, yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Dengan demikian arah kembali kearah
kepelajaran sudah mengalami perkembangan yang menggembirakan,meski sekali lagi
butuh waktu, dan pengorbanan yang tidak sedikit untuk dapat mencapai target
tersebut.
KONGRES XIV 2003 SURABAYA
“SEBUAH PENEGASAN KITTAH IPNU TAHUN 1954 “
Deklarasi makasar tahun 2000 adalah
sebuah tonggak awal untuk kembali ke pelajar, konsep dan wacana yang muncul
untuk mengembalikan IPNU – IPPNU kembali pada gerakan Kepelajaran, semakin
deras dan bermunculan terutama dari kader – kader PW Jawa Tengah, mereka
beranggapan bahwa kebutuhan kader – kader berkualitas kini sudah saatnya
dijawab, IPNU – IPPNU sebagai “ Kawah Candra dimukanya” kader Nahdlatul Ulama,
diharapkan dapat mencetak kader–kader militan berdedikasi dan memiliki
intelektualitas yang tinggi, untuk dapat menciptakan kader yang berkualitas
yang dapat meneruskan estafet kepemimpinan Nahdlatul ulama ke depan, maka
yang harus menjadi konsentrasi utama adalah peningkatan SDM pada proses
kaderisasi di setiap tingkatan sangat diperlukan. Kesadaran inilah yang muncul
pada Kongres ke XIV di Surabaya yang berlangsung dari tanggal 18- 24 Juni 2003,
dari kesadaran ini sebuah perubahan signifikan yang menorehkan sejarah baru
perkembangan IPNU – IPPNU, yaitu konsep mengembalikan IPNU - IPPNU pada
Pelajar, Kongres ini mengalami perdebatan yang sangat panjang dan melelahkan
bahkan terjadi aksi walk out dari kader – kader PW Jawa Tengah, demi
tercapainya Khittah IPNU kembali ke pelajar sesuai dengan segmen gerakan tahun
1954.
Keputusan untuk mengembalikan IPNU-IPPNU
untuk “Kembali ke kandangnya“ adalah dianggap sudah menjadi pilihan yang
terbaik ditengah perubahan dan kompleksitas tantangan yang sedang dialami oleh
NU, sebab pelajar adalah segmen penting yang harus dibina dan diapresisiasikan
karena komponen inilah sebenarnya yang menjadi asset masa depan sebagai
kekuatan utama yang selama ini tidak diperhatikan oleh Nahdlatul Ulama, oleh
karena itu IPNU – IPPNU sebagai organisasi pelajar pada saat ini sangat
dibutuhkan sebagai organisasi yang secara intensif menjadi wadah pemberdayaan
pelajar Nahdlatul Ulama.
Dengan keputusan ini maka jelas kader – kader
IPNU – IPPNU telah bertekad bulat untuk mengembalikan basis masanya ke sekolah
dan pesantren. IPNU–IPPNU yang selama ini mempunyai bidang garapan yang amat
luas dan kompleks, sehingga terkesan bidang garapan kaderisasi menjadi samar,
karena istilah “Putra“ tidak memiliki identifikasi yang jelas, maka pada saat
mendatang segmen garapan IPNU-IPPNU harus diperjelas pada segmen santri dan
pelajar. Untuk dapat mencapai target tersebut tentunya mengalami transisi yang
sangat panjang karena sampai saat ini kader IPNU–IPPNU yang tidak terdidik
banyak dan berserakan dimana-mana. Namun begitu sesungguhnya yang lebih penting
saat ini adalah memaknai “Kembali ke Pelajar“ adalah dengan pemaknaan yang
sangat luas, yakni sebagai sebuah komitmen membentuk dirinya dengan learning
Society.
Kembali ke Pelajar juga sebuah penegasan
tekad kader – kader IPNU untuk kembali pada tujuan awal berdirinya IPNU – IPPNU
pada tahu 1954 dan 1955 yang dengan tegas memproklamirkan dirinya sebagi
organisasi pelajar, yang secara jelas basis nyata itu sekolah dan pelajar, baik
yang berada di bawah naungan LP Maarif maupun di luar LP Maarif. Disamping
ketegasan sikap ini merupakan ketegasan sikap dan bentuk perlawanan terhadap
keberadaan perkembangan IPNU – IPPNU yang arah gerakan serta basisnya menjadi
samar akibat perubahan makna kata pada tahun 1988.
MEMBEDAH ORIENTASI VISI IPNU DARI KONGRES KE KONGRES
Ikatan Pealajar Nahdlatul Ulama adalah
organisasi kepelajaran yang tidak terlepas dari proses perubahan dan
perkembangan situasi masyarakat. Perubahan yang terjadi bukan untuk dihindari
tetapi harus dihadapi. Dalam bingkai sejarah dari masa ke masa, Sebagai kader
penerus NU masa depan yang akan mengemban tanggung jawab berat menerima peran
estafet kepemimpinan yang sedang menempa diri dalam wadah organisi kepelajaran
sangat pelu kiranya untuk dapat mengetahui orientasi visi IPNU dari kongres ke
kongres, hal ini disebabkan karena keputusan kongres adalah merupakan pedoman
perubahan yang berpengaruh besar arah gerakan IPNU dari waktu ke waktu. Kita
juga perlu mengetahui peran dan fungsi apa saja yang membinkai arah gerakan
IPNU dalam kurun waktu tahun 1954 – 2006, adapun catatan – catatan penting
penting yang membingkai arah gerakan IPNU adalah sebagai berikut :
1.
Kongres I IPNU,tanggal 24 – 3 Maret 1955 di
Malang Jawa Timur,terpilih sebagai ketua M, Tolchah Mansur seorang Mahasiswa
UGM Yogyakarta. Pada saat ini lahirlah Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (
IPPNU ) sebagai patner IPNU dalam mengkader putri – putri Nahdlatul Ulama,
Dalam Kongres I ini Juga disepakati bahwa arah gerak langka IPNU berpartisipasi
aktif dalam penataan generasi muda bangsa sesuai engan situasi politik Negara
saat itu.
2.
Kongres II,Tanggal 1 – 4 Januari 1957 di
Pekalongan mempunyai keputusan - keputusan penting terkait pembumian IPNU
dengan jalan pembentukan Pimpinan Wilayah, mengkaji keterkaitan dengan Lembaga
Maarif NU dalam membina sekolah – sekolah di bawah naunan LP Maarif,partisipasi
bela Negara dan mempersiapkan berdirinya departemen Kemahasiswaan ditubuh IPNU.
3.
kongres III, 27 – 31 Desember 1958 di Cirebon.
Menghasilkan Keputusan – keputusan antara lain ; mendirikan Departemen
Perguruan tinggi serta mempersiapkan berdirinya cabang – cabang guna
mempersiapkan partisipasi Bela Negara. Mempersiapkan berdirinya Corp Brigade
Pembangunan ( CBP ).
4.
Kongres IV,11 – 14 Februari 1961 di Yogyakarta.
Menghasilkan keputusan – keputusan sikap pada keputusan sebelumnya khususnya
dengan konsep keislaman,kebangsaan dan Bela Negara.
5.
Kongres V,Juli 1963 di Purwokerto Jawa Tengah,merekomendasikan
tokoh Pendiri NU menjadi pahlawan Nasional,penataan cabang – cabang dan
persiapan pembentukan Corp Brigade Pembangunan ( CBP )
6.
Kongres VI,20-24 Agustus 1966 di Surabaya
bersamaan dengan PORSENI Nasional yang memilih Asnawi latif Kader Jawa Timur
sebagai ketua yang melahirkan berbagai keputusan dan kebijakan ; IPNU memohon
untuk menjadi Badan Otonom,sehingga pada Muktamar di Bandung tahun 1967 IPNU –
IPPNU resmi menjadi Badan Otonom NU sampai sekarang,meindahkan secretariat dari
Yogyakarta ke Jakarta,turut serta dalam pembersihan sisa – sisa gerakan G 30
S/PKI di daerah – daerah,dalam fase ini IPNU perkembangan dan perubahan masa
transisi politik memaksa IPNU untuk turut serta dalam kancah dan momen politik
bernegara.
7.
Kongres VII,20-25 Agustus 1970, disemarang yang
mengukuhkan kembali Asnawi latif sebagai Ketua Umum IPNU,berkiprah pada politik
praktis,sebagai konsistensi terhadap Gerakan NU dan Konsentrasi pada
perkembanganseni dan Olahraga.
8.
Kongres VIII,26 – 25 Desember 1976, di
Jakarta,terpilih sebagai ketua Umum Tosari Wijaya,kongres ini mengamanatkan
berdirinya departemen kemahasiswaan,serta kesimpulan bahwa peran serta IPNU
dalam kancah politik praktis mempunyai implikasi negatif bagi pengembangan
kader di sekolah – sekolah dan perguruan tinggi.
9.
Kongres IX,20 – 25 Juni 1981, di Cirebon
menghasilkan Ahsin Zaidi sebagai ketua Umum,dan menghasilkan beberapa dictum
rekomendasi dan kritisisme bahwa perkembangan IPNU mengalami penurunan,sehingga
dan peran sebagai organ muda dengan wilayah garap spesifik di tubuh
NU,bergabungnyaNU ke PPP serta terbitnya UU No 3 tahun 1985. tentang orsospol
dan UU tentang keormasan yang mengharuskan yang mengharuskan IPNU hengkanh dari
sekolah menambah kepahitan perjuangan pengemban amanat kongres.
10. Kongres X,29 -30 Januari 1988 di
Jombang,Terpilih sebagai ketua Umum Zainut Tauhid Sa’ady,Dalam Kongres ini IPNU
menerima Pancasila sebagai asas organisasi,dan perubahan dari pelajar ke putra
NU.
11. Kongres XI,23 – 27 Desember 1991 di
Rembang yang mengasilkan rekomendasi pemerintah agar membubarkan SDSB dan
penguatan dan penguatan hingga ke struktur ke bawah.
12. Kongres XII, 10 -15 Juli 1996 di garut
Jawa barat,terpilih sebagai ketua Umum Hilmy Muhamadiya sebagai ketua
umum,Kongres ini menghasilkan keputusan bahwa IPNU sebagai organisasi kader
bertekad bertekad mendukung kebijakan NU sebagai organisasi Induk dalam upaya
pengermbangan organisasi ke depan.
13. Kongres XIII,23 – 26 Tahun 2000 di
Makasar, terpilih sebagai ketua umum adalah Abdullah Azwar Anas. Keputusan
krusial yang diambil oleh Kongres mengembalikan IPNU pada Visi kepelajaran
sebagaimana Visi Awal berdirinya IPNU – IPPNU. Menumbuh kembangkan IPNU dalam
proses pengkaderan dan mengembalikan IPNU pada basis Pesantren dan sekolah.
14. Konres XIV IPNU tanggal 18 – 22 Juni
2003, terpilih sebagai ketua Umum Mujtahurrido dengan keputusan kongres yang
sangat spektakuler,yaitu merubah akronim IPNU menjadi Ikatan Pelajar Nahdlatul
Uama,serta memepertegas Visi Organisasi sebagai organ pengkaderan ditubuh NU.
Hal ini diwujudkn sebagai wujud Spesifikasi gerakan NU.
15. Kongres XV tanggal 9-12 Juli tahun 2006
terpilih sebagai ketua umum Idy Muzayad,keputusan – keputusan penting dalam
kongres ini adalah upaya mengakhiri masa transisi dari putra ke pelajar
sesungguhnya. Mengubah Citra diri IPNu menjadi Prinsip prinsip perjuangan IPNU
( P2 IPNU ).
Dari Visi- visi yang telah disebutkan di
atas,maka jelaslah bahwa gerak langkah IPNU dari waktu ke waktu banyak
mengalami perubahan dan penyesuaian sesuai dengan kondisi yang terjadi pada
masanya. Perubahan – perubahan itu mengandung maksud agar Ikatan pelajar
Nahdlatul ULama bisa tetap beraktualisasi dengan keberadaan zaman, oleh karena
itu kader – kader IPNU kedepan diharapkan lebih peka terhadap perkembangan yang
ada agar eksistensi IPNU tetap terjaga,tetapi perubahan ini tentunya tetap
mengacu pada aqidah dan ideology aswaja sebagai dasar perjuangan.
Dengan memahami dimensi kesejarahan dan
meletakannya sebagai landasan kepentingan organisasi maka sikap dan komitmen
terhadap kepentingan bersama,tetap menjadi ruh dalam segala gerak langkah kader
kita,dan menjiwai semangata perjuangan bersama. Sebab bagaimanapun IPNU yang
berdiri tegak ditengah kancah perubahan yang global saat ini tidak lepas dari
hasil perjuangan dan cucuran keringat para pendahulu kita.
PERAN DAN POSISI IPNU – IPPNU DIINTERNAL NU
Jika kita menelaah lebih dalam gerakan
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama ( IPNU )dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama
( IPPNU ) dari awal berdirinya organisasi ini sampai dengan sekarang tidaklah
lepas dari posisi dan perannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kader
penerus yang akan menerima tongkat estavet perjuangan para ulama dimasa yang
akan datang. Posisi IPNU- IPPNU di Internal NU secara realitas kelembagaan
adalah bagian yang tak terpisahkan yaitu Badan otonom yang memiliki tugas dan
fungsi sebagaimana badan otonom yangyang lain seperti halnya GP Ansor,Fatayat
Muslimat dan lain – lain,dimana fungsi dan tugas IPNU – IPPNU sebagai
organisasi pelajar adalah menghimpun pelajar Nahdlatul Ulama dan mengarahkannya
pada arah perkembangan – perkembangan kader yang positif,produktif responsive
dan progresif.
Disamping itu kedudukannya sebagai badan
otonom juga memiliki tugas yang lebih utama yaitu melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Uama,terutama yang berkaitan yang berkaitan dengan suatu kelompok
tertentu dimana perbedaan kelompok – kelompok yang berdiri sendiri dan berhak
mengatur rumah tangganya sendiri ini hanya hanya dapat dilihat dengan
perbebedaan sasaran kelompok yang menjadi bidang garapannya masing – masing,
dengan demikian IPNU sebagai organisasi pelajar memiliki kewajiban secara
kelembagaan untuk melaksanakan kebijakan – kebijakan Nahdlatul Ulama dalam
bidang keterpelajaran. Meski dapat mengatur rumah tangganya sendiri PD/PRT IPNU
– IPPNU harus tetap mengacu pada AD/ART NU,bahkan apabila ditemukan adanya
ketidaksesuaian subtansi dengan AD/ART NU maka NU berhak mencabut hasil
keabsahan pasal terkait sekaligus merubah subtansi PD/PRT yang bertentangan.
Demikian pula dengan Badan Otonom yang lain,aturan ini juga diberlakukan oleh
NU ( Baca : PBNU ) apabila terdapat PD/PRT yang bertentangan dengan Nu terutama
dalam hal – hal yang bersifat prinsipil organisasi dan syariat yang dianut oleh
jamiyah terbesar di Indonesia ini.
PERAN DAN POSISI IPNU – IPPNU DI EKSTERNAL NU
Pembicaraan tentang peran dan posisi IPNU
– IPPNU di luar lingkup Nahdlatul Ulama, maka kita tidak dapat lepas dari
kedudukan IPNU – IPPNU secara Universal, dimana kedua organisasi sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari NKRI, maka IPNU – IPPNU adalah bagian dari generasi
muda bangsa yang memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan
Negara kesatuan Republik Indonesia..Sebab kelangsungan bangsa dan negara kita
bukan hanya tanggung jawab militer semata tetapi juga merupakan tanggung jawab
setiap warga Negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 30 tentang
kewajiban bela Negara.
Menjaga kelangsungan kehidupan bangsa ini
memiliki makna yang cukup luas, makna ini meliputi kehidupan berbangsa dan
bernegara secara utuh dan menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan seperti
aspek pendidikan, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Sebagai generasi muda yang secara
realitas merupakan tulang punggung bangsa,maka sudah barang tentu IPNU – IPPNU
IPNU – berkewajiban untuk tetap mengambil bagian dari hal – hal tersebut di
atas,terlebih lagi IPNU IPPNU adalah kader – kader muda terdidik yang memiliki
potensi yang tinggi untuk dapat memberikan sumbangsih terhadap arah dan
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Terutama sbagai sosial control
terhadap perubahan – perubahan yang terjadi, wawasan keilmuan dan potensi yang
dimiliki oleh para kadernya hendaknya mampu untuk memnyumbangkan yang terbaik
untuk negaranya.,
IPNU – IPNU juga merupaka bagian yang
tidak terpisahkan dari upaya perjuangan NU serta cita – cita bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Peran ini dapat dimulai dari lingkungan
masyarakat yang ada di sekitarnya,dalam kehidupan bermasyarakat,kader – Kader
IPNU – IPPNU hendaknya dapat mewarnai dan sekaligus mempelopori gerakan positif
progresif yang dapat membawa perkembangan dan kemajuan masyarakat yang ada yang
di lingkungannya terutama dalam segmen pendidikan politik,sosial dan budaya.
Disisi lain kader IPNU- IPPNU juga harus
peka terhadap gejala – gejala sosial yang timbul di lingkungannya. Terutama
gejala sosial yang belakangan ini merebak dan dapat merusak moralitas generasi
muda bangsa. Peran ini tentunya sesuai dengan tugas dan kewajiban masing masing
seperti CBP – KKP misalnya, disamping memiliki tugas pokok sebagai pengaman
program IPNU – IPPNU tetapi juga sebagai kader yang berkewajiban untuk dapat
berperan dalalm ehidupanbermasyarakat tanpa mengesampingkan aturan – aturan
yang ada dalam tubuh CBP – KKP itu sendiri, Segmen – segmen ketrampilan yang
dimiliki hendaknya dapat menjadi bekal dalam berbagai kegiatan sosial,sebagai
contoh kecil ketika terjadi bencana alam maka ketrampilan teknik penyelamatan
korban yang telah dimiliki hendaknya dapat dipergunakan untu dapat membantu
para korban bencana,demikian kader IPNU – IPPNU yang lain,pada kondisis
demikian dapat memanfaatkan moment ini untuk mendirikan posko bantuan korban
bencana alam, kemudian memberikan pencerahan dan bimbingan terhadap para korban
yang sudah barang tentu mengalami trauma yang berat akibat bencana alam.
Peran kader IPNU – IPPNU sebagai kekuatan
yang amat potensial untuk dapat memunculkan gagasan, konsep – konsep dan
inovasi yang sarat etos dan semangat kepeloporan guna memberikan sumbangsih
yang berarti bagi kemajuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.(al)